Mental Kuat, Rezeki Dekat: Cerita Nyata Kang Opik yang Pernah Runtuh Tapi Gak Menyerah

Oleh : Abd Rahman Ak

(Episode 1 dari Seri "Jongko yang Mengubah Takdir")

Di balik tawa-tawa kecil di Pasar Cipeyem, tersembunyi satu kisah luar biasa tentang seorang pria sederhana bernama Kang Opik, anak Garut yang hidupnya sempat runtuh... tapi tak pernah menyerah.

Kang Opik sedang memotong daging

Dulu, Kang Opik cuma tukang ojek biasa. Panas-terik, hujan-deras, jalanan rusak — semuanya pernah ia lewati demi membawa pulang sesuap nasi. Tak ada yang istimewa dari hari-harinya selain satu hal: mental baja yang dia miliki sejak muda.

Suatu hari, nasib membawanya ke pekerjaan baru. Ia bekerja membuat bakso selama dua tahun. Dari situ, ia mulai belajar tentang bahan, rasa, dan cara berdagang. Setelahnya, ia merintis usaha bareng saudaranya berdagang bakso selama tiga tahun. Meski tak punya banyak, tapi harapan itu mulai tumbuh. Ia ingin mandiri, berdiri di atas kaki sendiri.

Baca juga : Air Mata yang Tak Pernah Kering, Semangat yang Tak Pernah Padam : Kisah Hanifatunnissa Al-zahra, Anak Petani yang Kehilangan Orang Tua, tapi Tak Kehilangan Harapan

Namun takdir berkata lain. Usaha bersama saudaranya jatuh. Rukonya dijual. Usaha berhenti. Pindah tempat. Dan pada akhirnya... bangkrut.

Opik kehilangan semuanya, bukan hanya uang, tapi juga harapan. Ia mengalami masa tergelap dalam hidupnya. Kena mental, jatuh dalam sunyi.

“Saya sempat gak tahu lagi mau mulai dari mana. Dunia rasanya kayak nutup semua pintu.” – Kata Kang Opik

Tapi begitulah hidup, kadang hancur dulu supaya bisa dibangun lebih kuat. Kang Opik perlahan bangkit. Ia kembali ikut saudaranya yang lain berdagang di Pasar Ciranjang. Tapi kali ini bukan bakso. Ia jualan Daging Ayam, tulang dan ceker. Ya, hanya ikut demi mewujudkan impiannya untuk sukses.

Di balik jongko ayam itu, tersimpan impian besar yang belum padam. Di antara aroma daging mentah dan suara teriakan pedagang pasar, Kang Opik menahan malu, menahan gengsi, dan menahan sakit. Tapi dia tahu, ini bukan akhir.

Sambil jualan ikut saudaranya, ia pelan-pelan mulai merintis usaha sendiri di pasar cipeyeum, awalnya hanya berjualan bahan seblak makanan seribu umat muda dan mudi, mulai dari Kulit ayam, kepala Ayam, ceker, dan tulang ayam, di atas meja alakadarnya,dan Setelah berjalan sekitar lima bulan, tepatnya di tahun 2020 — saat banyak orang justru berhenti berdagang karena pandemi. Kang Opik memberanikan diri membuka dan menyewa jongko sendiri di pasar Cipeyem dan Tuhan menjawabab harapan dan cita-cita itu.

Jongko Kang Opik di pasar Cipeyeum

Dari cuma tulang dan ceker, kini Kang Opik bisa menjual ayam dan bahkan daging sapi segar.

Setiap hari, ia bangun sebelum subuh. Pergi ke ke Pasar dan jualan langsung di lapaknya. Tak jarang, ia juga kirim ke pelanggan tetap, warung makan, ibu rumah tangga, bahkan penjual sate keliling.

Dan kamu tahu apa yang bikin semua ini makin luar biasa?

Dia tetap tersenyum dan Besyukur

Mungkin bagi sebagian orang, kisah Kang Opik ini hanyalah cerita pedagang pasar biasa. Tapi kalau kamu pernah merasa gagal, pernah merasa jatuh, dan pernah merasa tak punya siapa-siapa... maka kamu akan tahu bahwa apa yang dilakukan Kang Opik itu gak biasa, dan sungguh luarbiasa.

Baca juga : Pak Iin Solihin: Pahlawan Kemanusiaan dari Puskesmas Cipendeuy, Bandung Barat

Pelajaran dari Kisah Kang Opik

Mental kuat adalah modal pertama. Kamu gak butuh langsung sukses, kamu cuma butuh gak nyerah saat gagal.

Gak ada usaha kecil kalau dilakukan dengan niat besar. Bahkan dari ceker dan tulang, bisa jadi rezeki halal yang berkah.

Bangkrut bukan akhir. Kadang, itu awal dari rezeki tak terduga.

Nantikan Episode 2

Cerita Kang Opik belum selesai. Di episode selanjutnya, kamu akan tahu bagaimana Kang Opik membangun jaringan pelanggan, menyiasati modal kecil, dan tetap bertahan di tengah persaingan ketat pasar daging. Bahkan... ada kejutan lain yang bikin kamu makin respect sama perjuangannya!

Jangan lewatkan, ya! Episode 2: “Dari Jongko ke Langganan: Strategi Kang Opik Menang di Pasar” segera hadir di blog ini.

Komentar