Spirit Bangsa Ini Sedang Sekarat : Siapa yang Akan Menghidupkannya Kembali ?

Oleh : Abd Rahman Ak
Cianjur


Saya pernah berkecimpung di dunia pendidikan lebih dari 10 tahun. Bertemu ribuan siswa, ratusan guru, dan menyaksikan dari dekat bagaimana sistem ini bekerja—atau lebih tepatnya, bagaimana sistem ini kehilangan jiwanya.

KDM harapan bangsa

Setiap tahun, Pancasila diajarkan. Setiap hari Senin, upacara digelar. Tapi semakin lama saya berada di sana, semakin terasa bahwa Pancasila hanya menjadi hafalan, bukan pegangan hidup.
Semangat gotong royong berubah menjadi budaya saling menunggu. Kejujuran digantikan oleh kecerdikan mencontek. Disiplin hanya jadi formalitas, bukan sikap sejati.

Yang lebih menyedihkan, gejala itu kini justru terlihat pada para siswa sendiri.
Generasi muda yang seharusnya mewarisi nyala Pancasila perlahan tergerus oleh budaya instan: hafal sila-sila demi nilai ujian, tapi gagal merasakan denyut maknanya dalam perilaku sehari-hari. Mereka tumbuh dalam sistem yang menilai keberhasilan hanya lewat angka raport dan ranking, bukan karakter dan kontribusi—hingga semangat gotong royong, kejujuran, dan disiplin kian memudar di bangku sekolah.


Mengapa Spirit Itu Hilang?

Spirit bangsa kita sebenarnya tidak mati. Ia hanya terkubur.
Terkubur oleh sistem yang pincang, oleh perilaku elite yang rakus, dan oleh masyarakat yang perlahan-lahan dibuat apatis.
  1. Warisan Tanpa Pewarisan. Nilai luhur bangsa ada, tapi tidak diwariskan dengan utuh.
  2. Anak muda tidak kekurangan informasi—tapi kekurangan inspirasi.
  3. Keteladanan yang Hilang.Ketika pejabat korup masih dielu-elukan, dan orang jujur justru disingkirkan, maka generasi muda tidak lagi percaya pada kata “adil” dan “amanah”.
  4. Budaya Instan dan Hedonisme
  5. Media sosial, konten dangkal, dan gaya hidup mewah tanpa kerja keras mengikis daya juang. Spirit kerja keras kalah oleh mental "ingin cepat kaya".
  6. Sistem yang Membungkam Kebaikan Orang jujur kesulitan naik jabatan. Suara kritis dicap pembangkangAkhirnya, mereka yang punya semangat membangun pun memilih diam atau keluar dari sistem
Negara Ini Sulit Maju Karena Korupsi

Korupsi bukan hanya mencuri uang negara—tapi membunuh harapan rakyat.
Ia menjadikan sekolah rusak tak diperbaiki. Ia menjadikan rumah sakit kekurangan obat. Ia menjadikan guru jujur tetap miskin, sementara tikus berdasi hidup dalam istana.

Selama korupsi masih dianggap “risiko jabatan”, dan bukan kejahatan besar, maka bangsa ini akan terus tertinggal.
Korupsi mencabut akar semangat. Korupsi membutakan pemimpin. Dan yang paling menyedihkan: korupsi membuat generasi muda kehilangan rasa percaya bahwa kebaikan itu masih mungkin dimenangkan.

Harapan Itu Masih Ada

Kang Dedi Mulyadi bersama Masyarakat

Di tengah lesunya semangat kebangsaan, masih ada sinar kecil yang memberi harapan. Salah satu contoh nyata adalah Kang Dedi Mulyadi—seorang tokoh yang tidak hanya hadir di tengah rakyat, tetapi benar-benar mendengarkan, merasakan, dan bergerak untuk mereka.

Bukan karena ia kaya atau punya jabatan tinggi, tapi karena ia hadir dengan ketulusan dan kekuatan hati. Ia tidak membangun pencitraan, tapi membangun kembali nilai kemanusiaan—dengan cara sederhana, menyentuh, dan menghidupkan kembali makna Pancasila yang sesungguhnya.

Dan saya percaya, Kang Dedi bukan satu-satunya.
Di berbagai pelosok negeri ini, masih banyak orang baik—guru, petani, tukang ojek, relawan—yang memikul tanggung jawab moral untuk menjaga nurani bangsa. Mereka mungkin tidak viral, tidak muncul di televisi, tapi mereka nyata. Mereka bekerja dalam diam, dengan semangat dan cinta yang besar untuk negeri ini.

Kita hanya perlu membuka mata lebih lebar, dan hati lebih dalam.

Bangsa Ini Bisa Bangkit

Untuk membangun negeri ini, kita tidak butuh lebih banyak politisi licik atau pejabat kaya.
Yang kita butuhkan adalah hati yang tulus, jiwa yang kuat, dan keberanian untuk jujur.

Kita butuh:
  1. Guru yang mengajar dengan hati, bukan hanya dengan buku.
  2. Anak muda yang rela berbuat baik meski tidak direkam kamera.
  3. Rakyat yang bangga berjuang bersama, bukan saling menyikut demi keuntungan pribadi.
Kita butuh spirit bangsa, bukan sekadar jargon, tapi gerakan hati dan tindakan nyata


Penutup: Mari Gali Kembali Akar Kita

Jangan anggap ini soal kecil. Spirit bangsa adalah fondasi kemajuan.
Jika fondasinya lapuk, maka sebesar apa pun gedung yang dibangun, pasti akan runtuh.

Dan jika kita ingin anak cucu kita hidup dalam negeri yang adil, makmur, dan bermartabat—maka perjuangan ini tidak bisa ditunda lagi.

Mari kita mulai dari yang kecil: dari diri kita sendiri, dari tulisan, dari suara, dari sikap, dan dari keteladanan sehari-hari.
Karena bangsa ini hanya bisa diselamatkan oleh mereka yang masih percaya bahwa kejujuran adalah kekuatan.

Komentar