Pendidikan yang Hilang Arah: Pancasila Sekadar Tempelan di Dinding bagi Generasi Emas 2045


Abd Rahman Ak bersama Siswa Siswi ARH di monumen proklamasi Jakarta

Pendidikan seharusnya menjadi fondasi untuk membentuk karakter, moral, dan intelektual generasi muda. Sayangnya, pendidikan di Indonesia semakin kabur arahannya. Setiap pergantian menteri pendidikan sering diikuti perubahan kurikulum besar-besaran, sehingga guru dan siswa bingung. Fokus pendidikan lebih pada materi daripada penginternalisasian nilai, etika, dan sopan santun.

Fenomena ini menimbulkan dampak jangka panjang: anak-anak terlatih menghafal dan mengikuti aturan formal, tetapi kurang memahami nilai Pancasila, etika, dan sopan santun, yang seharusnya menjadi inti pendidikan karakter.

Nilai Pancasila, Etika, dan Sopan Santun yang Mulai Hilang

Pancasila bukan sekadar teks di buku atau di dinding, tetapi harus menjadi pedoman moral, etika, dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Namun saat ini:

  • Anak-anak jarang merasakan nilai gotong royong, keadilan, hormat, dan tanggung jawab dalam aktivitas nyata.
  • Sopan santun dalam interaksi sosial menurun; misalnya, kurang menghormati guru, teman, atau orang tua.
  • Pendidikan karakter sering menjadi aktivitas administratif, bukan pengalaman yang menjiwai anak-anak.

Akibatnya, nilai Pancasila, etika, dan sopan santun mulai terasing dari kehidupan anak-anak, padahal ini adalah fondasi moral bagi generasi emas 2045.

Kurikulum Berganti dan Pendidikan sebagai Pencitraan Politik

Perubahan kurikulum yang terlalu sering menimbulkan kebingungan guru dan siswa, sehingga pendidikan karakter dan etika menjadi terabaikan:

  • Kurikulum baru sering diperkenalkan tanpa evaluasi menyeluruh.
  • Tujuan pendidikan karakter sering tersisihkan, bergeser ke pencitraan politik menteri atau pemerintah.
  • Guru lebih fokus menyesuaikan materi daripada membentuk karakter dan sopan santun siswa.

Dampak pada Generasi Emas 2045

Generasi emas 2045 diharapkan memiliki kualitas unggul: cerdas, kreatif, berkarakter, beretika, dan sopan. Namun dengan pendidikan yang kehilangan arah:

  • Anak hanya menghafal tanpa memahami nilai Pancasila, etika, dan sopan santun.
  • Kemampuan berpikir kritis menurun karena fokus pada formalitas materi.
  • Rasa hormat dan kesadaran sosial terhadap sesama berkurang.

Potensi generasi emas menghadapi tantangan global melemah karena fondasi moral dan etika tidak kuat.

Baca juga : Hati-Hati di Era Scroll Tanpa Henti: Kesehatan Mental Juga Butuh Sinyal

Kenapa Kita Gak Boleh Malu Jualan

Solusi dan Harapan

Agar pendidikan kembali menjiwai karakter, etika, dan sopan santun, beberapa langkah penting:

1. Konsistensi Kurikulum Pendidikan

Fokus pada pengembangan karakter, kompetensi, etika, dan nilai Pancasila.

Perubahan kurikulum dilakukan berdasarkan evaluasi, bukan pergantian menteri semata.

2. Pendidikan Karakter, Etika, dan Sopan Santun Nyata

Praktik nilai Pancasila, etika, dan sopan santun dalam kegiatan sehari-hari, seperti kerja kelompok, gotong royong, debat kreatif, dan diskusi.

Anak belajar menghormati guru, teman, dan orang tua, serta memahami tanggung jawab sosial.

3. Peran Guru dan Orang Tua

Guru menjadi teladan etika dan sopan santun.

Orang tua mendukung penerapan nilai-nilai tersebut di rumah.

4. Evaluasi dan Monitoring Berkelanjutan

Pemerintah dan sekolah melakukan monitoring untuk memastikan pendidikan menanamkan karakter, etika, sopan santun, dan nilai Pancasila.

Kesimpulan

Pendidikan Indonesia sedang di persimpangan kritis: nilai Pancasila, etika, dan sopan santun lambat laun hanya menjadi formalitas. Kurikulum berganti-ganti dan pendidikan karakter yang tidak diaplikasikan mengancam kualitas generasi emas 2045.

Untuk membalik arah pendidikan:

  • Kurikulum harus konsisten dan menekankan karakter, etika, sopan santun, dan nilai Pancasila.
  • Pendidikan karakter harus diterapkan dalam praktik nyata, bukan sekadar teori.
  • Guru dan orang tua aktif membimbing anak agar jiwa Pancasila dan etika menjiwai generasi emas.
Dengan langkah ini, pendidikan tidak lagi sekadar tempelan di dinding, tetapi menjadi bagian dari jiwa, etika, dan sopan santun anak-anak Indonesia, membentuk generasi emas yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan.

Komentar