Dunia Butuh Pemimpin Hati, Bukan Penguasa Senjata.

Oleh : Abd Rahman Ak
Cianjur, panyairan

“Kalau rumah kita terbakar, apa kita cari pemadam… atau kita malah adu bensin?”


Dunia hari ini ibarat rumah besar yang terbakar, oleh perang, kebencian, dan kerakusan. Di berbagai belahan bumi, rakyat kehilangan rasa aman. Yang punya kekuasaan saling mengancam dengan senjata, sementara rakyat biasa hanya bisa menonton berita dengan rasa cemas dan lelah tanpa bersuara.

Perang Iran–Israel, konflik Rusia–Ukraina, kelaparan di Afrika, dan krisis di Palestina, semuanya menunjukkan bahwa umat manusia kehilangan sesuatu yang sangat penting, ya benar suatu yang sangat penting, yaitu pemimpin yang memimpin dengan hati, bukan dengan nafsu kuasa.

Kita tidak kekurangan pejabat atau penguasa. Kita hanya kekurangan pemimpin sejati. Maka pertanyaannya:

Apakah ada model kepemimpinan yang bisa meredam semua ini tanpa menambah peluru dan penderitaan?

Janji Pemimpin Sejati dalam Al-Qur’an dan Hadis

Allah tidak membiarkan bumi ini tanpa petunjuk. Dalam Al-Qur’an, Dia telah menjanjikan kepemimpinan bagi umat yang beriman dan beramal saleh:

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.”
(QS. An-Nūr: 55)

Bukan kekuasaan politik, melainkan kepemimpinan rohani. Pemimpin seperti ini digambarkan dalam firman Allah kepada Nabi Dawud:

 يَـٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَـٰكَ خَلِيفَةًۭ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ
“Wahai Dawud! Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau sebagai khalifah di bumi. Maka berilah keputusan di antara manusia dengan kebenaran.”
(QS. Ṣād: 26)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
“Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian.”
(HR. Ahmad)


Lantas Seperti Apa Khilafah Sejati Itu?

Bukan sistem kekuasaan keras, melainkan kepemimpinan yang:

1. Tak mengejar jabatan, tapi tumbuh dari amanah.
2. Menolak kekerasan, mengajak damai lewat kata dan teladan.
3. Tak punya tentara, tapi didengar dunia karena akhlaknya.
4. Bersatu atas iman, bukan karena suku, negara, atau politik.
5. Membela kemanusiaan, bukan kepentingan kelompok.

Kalau Benar Sudah Ada, Mengapa Kita Tak Tahu?

Ada seorang pemimpin rohani di masa ini.
Ia berbicara di parlemen Inggris dan Eropa.
Ia mengirim surat kepada pemimpin negara besar, menyerukan perdamaian.
Ia memperingatkan: “Satu rudal bisa menghancurkan satu kota.”

Tapi dunia seolah tidak peduli. Media diam.
Karena ia tidak menjual ketakutan.
Karena ia tidak membawa senjata.
Karena ia hanya membawa doa, ilmu, dan kasih.

Apakah Kita Siap?

Kalaupun Khilafah itu sudah hadir hari ini, mungkinkah kita bisa menerimany, jika hati kita masih penuh kebencian, fanatisme, dan prasangka?
Dan inilah sebenarnya renungan bagi kita semua, sebuah perjalanan batin yang harus dimulai jika kita sungguh-sungguh ingin menuju perdamaian yang diharapkan. Bukan slogan, bukan bendera, bukan senjata rudal ataupun nuklir, Tapi damai yang hidup di hati, dalam akhlak, dan dalam hubungan antarmanusia.

Ajak Diri Sendiri Lebih Dulu

Bersihkan prasangka, belajar melihat dan memahami dari sumber asli, berani memaafkan, tebarkan kebaikan.
Perdamaian sejati bukan sekadar mimpi, tapi hasil dari hati yang telah dipersiapkan.

Mungkin dunia belum mendengar seruan Khalifah karena kita sendiri belum siap mendengarnya.
Dan di sinilah awal segala perubahan: dari hati, menuju dunia yang damai.

Ruang Refleksi Bersama

Tulisan ini bukan akhir, tapi awal dari percakapan yang lebih besar.
Kalau menurut Anda:
Apakah dunia memang butuh pemimpin yang lebih rohani daripada politis?

Apakah kita benar-benar siap membuka hati untuk model kepemimpinan seperti ini?

Silakan tulis pendapat Anda di kolom komentar.
Setiap komentar, saran, atau pertanyaan akan sangat berarti.
Siapa tahu, dari percakapan kecil ini, tumbuhlah ide besar yang mengubah cara kita melihat dunia dan mencari damai.

Komentar